Senin, 19 Mei 2008

Unstoried Movie

Pada suatu waktu di suatu tempat, kulihat beberapa orang bergerombol di suatu tempat. Mereka tampak tertarik sama sesuatu di layar laptop. Dari efek suara yang terdengar, mereka lagi nonton film yang menonjolkan adegan visual tanpa alur cerita yang jelas, dan tentunya tanpa dialog yang meaning tea.

Yang aneh, ada salah seorang yang nampaknya cuek beybeh terhadap kehebohan itu. Dia duduk memisahkan diri dan sibuk sendiri dengan kerjaannya. Padahal sih, aku yakin dia pasti doyan, he5. "Ga ikutan?" tanyaku. "Udah bosen, yang itu gw dah punya." Hegh?

Aku yang biasanya heboh dan antusias terhadap segala sesuatu, kali itu agak males untuk ikutan heboh. Dari lantai yang berbeda, aku baru saja mendapat banyak treatment. Kepala puyeng dan lemes. "Ga ikutan, No?" katanya, tetep cuek beybeh dan fokus sama kerjaannya. Sebenernya waktu itu, seru juga kalo ku jawab dengan kalimat yang sama "Udah bosen, gw dah punya." Tapi, pasti ketauan boongnya...

"Jangan terlalu naif gitu deh.." I heard someone's comment. Dia ga bicara ke arah "ku", tapi mungkin aja ditujukan pada "ku".

Dengan muka bego yang ga bisa dikontrol waktu itu, aku mulai mikir.

Ada gunanya ga sih nonton itu? Yah, pasti ada kali ya... kalau kita mau eksplor ma berniat baik pada saat nonton (padahal ga ada ide, kira2 niat baik apa yang bisa melandasi nonton itu). Aku mulai mikir, kasian juga ya orang yang udah addict nonton itu. Mereka terbiasa liat yang "wah", standar mereka jadi tinggi, toh? Hal itu bisa berakibat si penonton ga pernah puas sama apa apa yang dia dapet misalnya (karena ga sesuai standar), akan banyak pertanyaan "kenapa kok...". Atau, efeknya malah ke diri sendiri. Karena terbiasa liat yang "wah", si penonton akan merasa rendah diri karena dia ga seperti ini atau dia ga seperti itu. Trus di waktu senggang ga ada kerjaan, bisa aja inget itu. Liat yang mirip bintangnya, inget lagi. Kayak lagunya Maia, heu.. aku mau makan, inget itu.. akau mau tidur, inget itu. aku mau pergi, inget itu..

Dipikir-pikir, masuk akal juga kalo ada larangan nonton itu sebelum waktunya. Untuk orang yang ga pernah "tau", dia ga akan mikir macem2. dia akan terima aja apa yang milik dia dan itulah standarnya. Cuma itu, karena ga ada yang bisa dibandingin. Ya udah, dia akan puas dengan apa yang ada dan dia akan eksplor sendiri sesuai dengan nalurinya.

Nah, beda, dengan orang yang udah ber-experience, baik vicarious atau pengalaman sendiri. Sudah ada mind-set di kepalanya. Dia akan bergulat dengan seperangkat standar. Sibuk membandingkan, seharusnya begini dan seharusnya begitu. Sibuk bertanya, kenapa begini dan kenapa begitu. Kecuali segala sesuatunya sama percis dengan apa yang ia lihat sebelumnya, ia akan sulit untuk merasa "cukup". Ini bukan hanya masalah ia membandingan apa yang dia mau dengan apa yang ia dapet. Ini juga berhubungan dengan diri sendiri. Jika menurut penilaiannya ia merasa tidak seperti yang seharusnya, dia akan jadi ga PD atau sibuk menghibur diri. sibuk menyayangkan diri sendiri. Padahal sih, ga ngaruh juga=p

Diskusi itu ga berhenti sampai di situ.

Katanya, "beda lah, No... liat doang sama kenyataan di lapangan. Pengalaman visual bisa jadi inspirasi, supaya lebih kreatif." Dan rasanya, mukaku kembali ter-set dari muka sok tau jadi muka bego lagi. Masa sih???

Ouw.. oke deh. Pendapat kita emang bisa beda, bro. Tapi tanah air kita tetep Indonesia kan ya? Dan bahasa kita juga tetep bahasa persatuan, Bahasa Indonesia kan ya? Diskusi berakhir, dan efek suara yang tadi sudah mulai tidak begitu terdengar lagi..


Tidak ada komentar: